IPS

Pertanyaan

mengapa masyarakat melakukan pawai revolusi sanda jepit

2 Jawaban

  • Sandal jepit cukup populer di kalangan masyarakat. Dan dua hari terakhir, nama sandal jepit sampai disebut-sebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Perhatian SBY terhadap sandal jepit dikarenakan kasus yang menimpa AAL, seorang pelajar SMK berusia 15 tahun. Pada Maret 2011, anggota Polri Briptu Ahmad Rusdi yang indekos di Jl. Zebra, Palu, merasa kesal lantaran sandal jepit miliknya selalu hilang. Rusdi menuding AAL sebagai pelaku pencurian. Sayangnya, proses hukum sepertinya tak berpihak kepada AAL. Ia mengaku telah dianiaya polisi.

    Kasus berlanjut ketika para polisi ini dilaporkan ke Propam Polda Sulteng. Para polisi pun sudah dijatuhi hukuman. Dari sini, kasus yang sedianya selesai secara kekeluargaan, berbelok ke ranah hukum. Para polisi ini membawa perkara pencurian sandal tersebut ke ranah hukum dengan mendudukkan AAL sebagai terdakwa. Hal inilah yang membuat simpati dari berbagai kalangan masyarakat bermuculan di sejumlah daerah. Mirip dengan kasus yang menimpa Prita, masyarakat pun menggelar aksi pengumpulan 1.000 sandal jepit. Pengumpulan sandal jepit itu bertujuan untuk menyindir penegak hukum karena dinilai melakukan tugasnya tanpa memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum di negeri ini dinilai masih sangat diskriminatif.

    Jauh sebelum kasus “sandal jepit” merebak, penyanyi kondang Iwan Fals sudah teriak-teriak soal sandal jepit dalam syair lagunya “Besar dan Kecil”. Iwan menganalogikan rakyat kecil seperti jendal jepit yang selalu terjepit, diremehkan, lemah, selalu kalah. Seperti sandal jepit, begitulah kenyataan masyarakat kecil jika harus berurusan dengan hukum.

    Tidak perlu menutup mata karena kenyataan itu ada di depan mata kita. Aparat negeri ini terkesan lebih suka menjepit rakyat kecil yang sudah biasa menjerit karena ketidakadilan di negeri ini. Mereka terkesan lebih senang membela pejabat dengan kekayaan berlipat, dibandingkan rakyat kecil yang biasa hidup melarat.

    Kasus AAL mengingatkan kita pada kasus nenek Minah (55) yang didakwa mencuri tiga buah kakao di Kabupaten Banyumas pada November 2009. Seolah dalam sejumlah kasus, hukum sudah tak berpihak lagi kepada rakyat kecil, tetapi kepada pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan dan tentunya uang.

    Meski sudah ada reformasi di bidang politik, untuk urusan hukum tetap saja jalan di tempat. Penegakan hukum seperti pisau dapur yang hanya tajam ke bawah, tapi tumpul di atas. Atas nama hukum, banyak sekali koruptor yang melenggang bebas. Kita lihat berapa hukuman terberat seorang koruptor yang jelas-jelas merampok uang negara.

    Belum lagi fasilitas istimewa dan sejumlah keistimewaan lainnya saat para koruptor ini dipenjara. Pemerintah, penegak hukum, dan pengadilan tampak begitu ramah terhadap mereka yang berduit. Sering kali terdengar, aparat hukum banyak bermain-main dengan para koruptor. Kasus Gayus Tambunan membuktikan betapa tidak seriusnya negara ini menegakkan hukum.

    Kasus sandal jepit ini memang cukup jelas mengguncang nurani masyarakat akan keadilan. Meski harus kita akui, hukum juga harus ditegakkan. Namun, seperti konsep keadilan, apakah perlu kasus pencurian seperti itu masuk dalam ranah pemidanaan, terlebih perkara ini menyangkut anak di bawah umur. Kalaupun memang benar-benar mau ditegakkan tanpa pandang bulu, hukum seharusnya seperti belati, tajam di ujung dan kedua sisinya. Hukum seharusnya juga buta seperti yang disimbolkan patung Dewi Keadilan.

    Keadilan hukum di negeri ini faktanya hanya sebatas keadilan sendal jepit, keadilan yang menjepit rakyat kecil. Sungguh ironi, di negeri yang dalam butir-butir dasar negaranya disebut menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perilaku berkeadilan ini, rakyatnya diperlakukan dalam perbedaan kasta besar dan kecil. Penegakan hukum di negeri ini masih sangat diskriminatif. Keras dan tegas untuk rakyat kecil, tapi loyo dan bagai agar-agar bagi kalangan atas.

    Penangkapan yang tidak sah, penahanan yang sewenang-wenang, dan proses penyitaan yang dilakukan secara melawan hukum telah menjadi urat nadi dari sistem peradilan pidana. Hal ini terutama dialami oleh kelompok masyarakat miskin. Itulah kenapa, meski dijamin dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, prinsip persamaan di muka hukum gagal dalam pelaksanaannya.


  • karena untuk mempopulerkan sandal jepiit
    dan ternyata sandal jepit merupakan sandal yang unik juga trendy dan bagus

Pertanyaan Lainnya